Merek dan Produk

Konsumen di seluruh dunia dewasa ini amat dimanjakan oleh begitu banyak merek yang tersedia di pasar. Mereka bisa memilih 750 merek (brand) mobil, 150 merek lipstik, dan 93 merek makanan kucing yang kesemuanya menawarkan fitur dan keunggulannya masing-masing. 

Proses branding tak pelak lagi sangat vital bagi pemasaran sebuah produk. Proses pengembangan merek akan mengangkat statusnya lebih dari sekedar sebuah produk. Hal ini juga mengingatkan kita akan kebenaran pernyataan salah seorang pemasar Revlon bahwa memang yang secara fisik dibuat di pabrik adalah produk, namun di toko-toko, yang dibeli konsumen tidak lain adalah merek. Mereklah yang mampu memberi jaminan kualitas dan menyorongkan image yang positif.  Terutama dengan terus menggali sisi emosional produk, pemasar dapat mengembangkan keunikan-keunikan intangible mereknya di tengah-tengah persaingan yang ketat, sehingga mereknya sulit ditiru atau ditandingi merek lain. Dengan adanya kontak emosional inilah, sebuah merek bisa dibedakan dengan merek-merek lainnya. Merek-merek yang terkenal hingga puluhan tahun mampu secara terus-menerus memperbaharui diri agar dapat merasakan denyut emosi dan keinginan konsumen sehingga dengan demikian tercipta suatu relasi jangka panjang yang kokoh antara merek dengan konsumen.

Antara lain berkat strategi iklan dan pemasaran yang jitu, produk keluaran pabrik menjelma menjadi sebuah merek, yang tak jarang menjadi lambang dan ekspresi nilai-nilai khusus pemakainya. Bagi penggemarnya, baju Lacoste dan celana jins Levi’s 501 lebih dari busana semata namun juga menjadi simbol dan cara konsumen mengekspresikan gaya hidup tertentu. Pendeknya, masing-masing merek memiliki ‘jiwa’ dan kepribadian laiknya nama selebritis terkenal atau karakter dari film (seperti Garfield, Batman, atau karakter-karakter Disney) atau buku populer (Harry Potter).

Barangkali, pelajaran paling unik tentang Elvis Presley adalah demonstrasi efektivitas brand management. Setelah berpuluh tahun Elvis meninggalkan kita, merek Elvis ternyata masih sakti mengucurkan duit bagi pewaris mereknya. Memang, kalau sebuah merek digarap dengan baik dan terencana, ia akan mampu bertahan terhadap perubahan zaman. Sebuah produk bisa saja ditinggalkan konsumen karena perubahan selera dan teknologi, lalu lenyap begitu saja dari peredaran. 

Sedangkan merek yang dikelola dengan baik akan memiliki nafas dan daya tahan yang jauh lebih lama. Sejumlah merek terbukti mampu bertahan hingga lebih dari 100 tahun. Siapa tak kenal Levi’s (dipasarkan sejak 155 tahun yang lalu), Tabasco (137 tahun), Coca Cola (119), Kodak (118 tahun) dan Phillips (114 tahun). Sementara itu siapa yang tidak mengenal merek-merek lokal yang nyaris menjadi legenda di Indonesia antara lain adalah Dji Sam Soe (sejak tahun 1913), Jamu Jago (1918), penerbit Kanisius (1922), Bentoel (1930), roti Tan Ek Tjoan (1930-an), anggur cap Orang Tua (1948). 

Pada hakekatnya, merek merupakan identifier. Merek adalah nama, istilah, simbol, desain, warna, gerak atau kombinasi berbagai atribut produk yang menjadi identitas dan pembeda dari produk pesaing.  Mungkin kita akan bertanya apa bedanya dengan produk?  Stephen King dalam tulisannya yang telah menjadi klasik menyatakan : 

Produk adalah sesuatu yang dibuat di pabrik;  sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen.  Produk bisa dengan mudah ditiru pesaing; sementara merek bersifat unik dan lebih sulit dijiplak.  Produk bisa dengan cepat menjadi usang;  sementara merek yang sukses akan terus abadi selamanya.

 

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar