Dunia komunkasi pemasaran saat ini makin diwarnai dengan fenomena clutter. Konon seseorang yang hidup di kota besar dalam rentang waktu 24 jam rata-rata terpapar tidak kurang dari seribu bentuk stimuli. Begitu banyak iklan, banner, spanduk, baliho, poster, brosur, stiker, dll. yang kita lihat, dengar dan kita terima baik secara sukarela maupun tidak, baik secara sadar maupun tidak sadar, membuat kita merasa kewalahan, kebebanan (overload) dan bingung. Akhirnya terpaksa berlaku semacam proses seleksi, mana-mana yang dalam persepsi kita terlihat menarik, relevan sekaligus tidak lazim akan lebih mencuri perhatian dan akan mempengaruhi preferensi merek. Iklan televisi yang kerap ditayangkan namun biasa-biasa saja, misalnya, akan luput dari radar kita, akan diabaikan, tidak meninggalkan kesan atau jejak apa-apa, ’masuk telinga kiri keluar telinga kanan’. Jadi faktor frekuensi kadang tidak banyak berdampak kalau iklan tidak dieksekusi dengan baik. Padahal, meskipun televisi diakui salah satu media beriklan yang paling efektif, namun televisi merupakan media yang paling mahal untuk beriklan.